Memahami PP 43 Tahun 2025: Aturan Baru Pelaporan Keuangan dan Siapa yang Wajib Menyusunnya
ARTIKELADMINISTRASI PAJAK
Admin
11/21/2025
Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan sebagai langkah memperkuat tata kelola dan transparansi sektor keuangan nasional. Melalui regulasi ini, pemerintah ingin mengharmonisasikan serta memperketat ketentuan penyusunan dan penyampaian laporan keuangan di Indonesia.
Apa Tujuan PP 43/2025?
Tujuan utama PP ini adalah membangun ekosistem pelaporan keuangan yang transparan, akuntabel, dan efisien. Langkah tersebut diwujudkan melalui:
Pembentukan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK), yaitu sistem satu pintu untuk pelaporan keuangan nasional secara elektronik.
Pembentukan Komite Standar Laporan Keuangan yang independen, untuk menyusun dan mengembangkan standar pelaporan keuangan umum dan syariah.
Penegasan siapa saja yang berkewajiban menyusun dan menyampaikan laporan keuangan serta siapa yang berhak menyusunnya.
Menurut Pasal 5 PP 43/2025, penyusun laporan keuangan terbagi menjadi dua golongan besar:
1. Penyusun yang Memiliki Kompetensi dan Integritas
Dalam hal ini, penyusun adalah pegawai atau karyawan perusahaan yang memenuhi kriteria keahlian profesional di bidang akuntansi. Contohnya, perusahaan publik seperti PT A wajib memastikan karyawan yang ditugaskan menyusun laporan keuangan memiliki kompetensi melalui pendidikan formal, sertifikasi profesi, dan rekam jejak yang baik.
Jika pelapor adalah orang pribadi, maka laporan keuangan dapat disusun sendiri selama memenuhi kriteria yang sama. Kompetensi ini nantinya diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan, lembaga, atau otoritas terkait, menyesuaikan karakteristik industri masing-masing.
Bukti kompetensi dapat berupa:
Ijazah pendidikan formal;
Sertifikat keahlian/profesional di bidang akuntansi;
Piagam akuntan ber-register negara.
Sebagai contoh, pelapor yang merupakan BUMN wajib memiliki kompetensi akuntansi yang dibuktikan dengan piagam register negara akuntan yang diselenggarakan oleh Menteri Keuangan.
2. Profesi Penunjang Sektor Keuangan
Selain oleh internal perusahaan, laporan keuangan juga dapat disusun oleh profesi penunjang sektor keuangan, yaitu:
Akuntan berpraktik, atau
Akuntan publik.
Keduanya harus memiliki izin profesi dari Menteri Keuangan dan/atau telah terdaftar pada lembaga pengawas masing-masing, seperti OJK atau asosiasi profesi. Mereka bertanggung jawab penuh atas jasa penyusunan laporan keuangan yang diberikan sesuai standar dan etika profesi.
Siapa yang Wajib Melapor?
PP 43/2025 menegaskan bahwa pelapor mencakup dua kelompok utama:
A. Pelaku Usaha Sektor Keuangan, meliputi:
Lembaga yang beroperasi di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan lainnya.
Lembaga seperti perusahaan pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor, dan penyelenggara pendanaan berbasis teknologi (fintech lending).
Pelaku usaha di infrastruktur pasar keuangan dan sistem pembayaran, termasuk yang berbasis konvensional maupun syariah.
B. Pihak yang Melakukan Interaksi Bisnis dengan Sektor Keuangan, antara lain:
Entitas yang melakukan pembukuan, baik berbadan hukum maupun tidak.
Orang pribadi yang diwajibkan menyampaikan laporan keuangan saat bertransaksi dengan sektor keuangan.
Orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan berdasarkan ketentuan perpajakan.
Peran PBPK (Platform Bersama Pelaporan Keuangan)
PBPK adalah sistem digital tunggal untuk mengirim dan mengakses laporan keuangan secara nasional.
Melalui PBPK:
Pelapor menyampaikan laporan keuangan secara elektronik.
Data yang diterima sah secara hukum dan dapat digunakan oleh berbagai otoritas, seperti Kementerian Keuangan, OJK, atau Bank Indonesia.
Sistem menjamin keamanan, kerahasiaan, dan keterlacakan data (audit trail).
Penerapan PBPK dilakukan secara bertahap:
Perusahaan publik dan emiten wajib menggunakan PBPK paling lambat tahun 2027.
Pelapor lain akan diatur sesuai tahapan yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Mengapa Aturan Ini Penting?
PP 43/2025 membawa banyak manfaat:
Meningkatkan transparansi dan kepercayaan investor terhadap laporan keuangan;
Meningkatkan efisiensi pelaporan dengan satu sistem nasional;
Memperkuat integritas profesi akuntansi dan tata kelola perusahaan;
Mendukung pengawasan dan kebijakan fiskal pemerintah berbasis data keuangan yang valid.
Pada kesimpulannya PP 43 Tahun 2025 menandai era baru pelaporan keuangan di Indonesia.
Dengan adanya PBPK dan Komite Standar Laporan Keuangan yang independen, pemerintah berupaya menciptakan sistem pelaporan yang lebih mudah, transparan, dan terpercaya.
Bagi pelaku usaha, ini bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian penting dari komitmen terhadap akuntabilitas dan tata kelola yang baik.



