MENGENAL KOREKSI FISKAL / REKONSILIASI FISKAL
ARTIKELADMINISTRASI PAJAKSPT TAHUNAN
Admin
3/15/2024


Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) merupakan media penyampaian informasi mengenai subjek dan objek pajak juga yang bukan objek pajak. Selain itu juga untuk menyampaikan informasi mengenai harta dan juga kewajiban dari wajib pajak.
Dalam penyusunan SPT Tahunan Badan Usaha harus dilakukan dengan benar, lengkap dan jelas untuk menghindari salah pelaporan yang dapat mengakibatkan denda dan saksi. Koreksi fiskal adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan saat penyusunan SPT Tahunan Badan Usaha.
Apa itu koreksi fiskal / rekonsiliasi fiskal?
Koreksi fiskal adalah kegiatan pencatatan, pembetulan dan penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak karena adanya perbedaan dalam pengakuan penghasilan antara laporan akuntansi komersil dengan akuntansi fiskal/perpajakan.
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan perhitungan antara laba menurut komersial atau akuntansi dengan laba menurut perpajakan. Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.
Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal berdasarkan pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu beda tetap (permanent differences) dan beda waktu (timing differences). Selain itu dapat juga diklasifikasi menjadi dua jenis, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.
Ada 2 (dua) macam perbedaan, yaitu :
Perbedaan waktu/temporer.
Beda waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak.
Dalam beda waktu ini, penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial atau sebaliknya, tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Contoh : penyusutan.
Di dalam akuntansi komersil, penyusutan dapat dilakukan/diperhitungkan dalam bulan terjadinya pembelian atau bulan berikutnya setelah aktiva tetapnya berumur 1 bulan. Dan untuk umur ekonomis aktiva tetap juga dapat diperhitungkan untuk jangka waktu berapa lama. Serta manajemen Perusahaan dapat memperhitungkan nilai sisa (residu) dari aktiva tetap tersebut.
Sedangkan didalam akuntansi fiskal/perpajakan, ada peraturan yang mengatur mengenai penyusutan aktiva tetap, Dimana tidak diperbolehkan nilai sisa/residu, umur ekonomis yang telah ditetapkan sesuai aturan dan penyusutan harus dimulai dari bulan pertama perolehan aktiva tetap tersebut, walaupun aktiva tetap tersebut diperoleh pada tanggal terakhir di bulan tersebut.
Contoh :
Tanggal 31 Januari dibeli 1 (satu) unit kendaraan.
Penyusutan fiskal memperhitungkan penyusutan dari bulan diperolehnya aktiva tetap, artinya pembebanan penyusutan bulan pertama dihitung dari bulan Januari.
Sementara penyusutan komersil dapat diperhitungkan pada akhir bulan berikutnya, artinya pembebanan penyusutan bulan pertama dihitung dari bulan Februari.
Aturan mengenai penyusutan aktiva tetap dapat dilihat di :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.03/2009 TENTANG JENIS-JENIS HARTA YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK KEPERLUAN PENYUSUTAN.
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 316/PJ./2002 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGELUARAN/BIAYA PEROLEHAN PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) KOMPUTER
Perbedaan tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak.
Dengan kata lain, dalam beda tetap ini, penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi komersial, tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
Contohnya penghasilan yang menimbulkan beda tetap adalah hibah, sumbangan, dan penghasilan bunga deposito. Adapun contoh biaya yang menimbulkan beda tetap adalah biaya sanksi perpajakan, entertaintment (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan.
Terdapat 2 jenis koreksi fiskal yaitu :
Koreksi Fiskal Positif
Koreksi fiskal positif adalah koreksi fiskal yang akan menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak. Dalam UU PPh ayat 9 menyebutkan pengeluaran yang tidak boleh dibeban kan sebagai biaya yaitu :
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, Perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dengan Batasan tertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan;
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang memenuhi persyaratan tertentu;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. dihapus;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau Perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Dan juga pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
Koreksi Fiskal Negatif
Berkebalikan dengan koreksi fiskal positif, koreksi fiskal negatif adalah koreksi fiskal yang akan menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak. Koreksi fiskal negatif ini biasa muncul karena ada PPh final dan penghasilan tidak termasuk dalam objek pajak, namun termasuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4(2), PPh Pasal 15, dan selisih penyusutan/amortisasi kormersial dibawah penyusutan/amortisasi fiskal). Misalnya seperti :
Penghasilan transaksi saham
Penghasilan hadiah atau undian
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
Penghasilan dari bunga deposito dan Tabungan dan
Penghasilan transaksi pengalihan harta


