Ketentuan Pajak Profesi – Arsitek

ARTIKELADMINISTRASI PAJAK

Admin

3/6/2024

Ada banyak sekali Profesi Pekerjaan yang ada di Indonesia; ada pegawai disebuah Perusahaan, ada seorang pegawai negeri (pns) dan lain sebagainya. Arsitek adalah salah satunya

Arsitek adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan oleh Dewan untuk melakukan praktik Arsitek, yaitu penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya Arsitektur yang meliputi perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau pengkajian untuk bangunan gedung dan lingkungannya, serta yang terkait dengan kawasan dan kota. Pada dasarnya, Layanan Praktik Arsitek dapat berupa penyediaan jasa profesional terkait dengan penye­lenggaraan kegiatan Arsitek, termasuk yang dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya.

Lingkup layanan praktik arsitek meliputi:

  • penyusunan studi awal arsitektur;

  • perancangan bangunan gedung dan lingkungannya;

  • polestarian bangunan gedung dan lingkungannya;

  • perancangan tata bangunan dan lingkungannya;

  • penyusunan dokumen perencanaan teknis; dan/atau

  • pengawasan aspek Arsitektur pada pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dan lingkungannya.

Layanan praktik arsitek yang dapat dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya meliputi:

  • perencanaan kota dan tata guna lahan;

  • manajemen proyek dan manajemen konstruksi;

  • pendampingan masyarakat; dan/atau

  • konstruksi lain.

Sebagai warga negara Indonesia/yang berpenghasilan di Indonesia seorang Arsitek tetap wajib membayar pajak atas penghasilannya.

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP).

  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh).

  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPN)

  4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek sebagaiamana telah diubah dengan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No­mor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN sebagaimana telah diubah dengan Peratur­an Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2017.

  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera­turan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

  9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo­nesia Nomor 258/PMK.03/2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Peng­hasilan dari Penjualan atau Pengalihan Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri

  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehu­bungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi

  11. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemoton­gan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghas­ilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi

  12. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto

  13. Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Objek Penghasilan

Menurut Undang-undang PPh Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Karena seorang arsitek adalah salah satu pekerjaan bebas maka penghasilan arsitek sehubungan dengan jasa yang berupa imbalan hasil kerja atas layanan praktik arsitek baik dalam hal penyediaan jasa professional terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun Layanan Praktik Arsitek yang dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya.

Penghasilan arsitek selain dari pekerjaan bebas bisa dari :

  1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja, misalnya seorang Arsitek bekerja sebagai karyawan perusahaan kontraktor.

  2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan misalnya penghasilan dari usaha perdagangan, restoran, salon kecantikan, usaha pom bensin, dan lain-lain.

  3. Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final berupa komisi, hadiah atau imbalan lain, misalnya Arsitek mendapatkan komisi terkait dengan jasa perantara;

  4. Penghasilan dari modal yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak seperti:

    • bunga, misalnya Arsitek memperoleh penghasilan bunga;

    • royalti, misalnya Arsitek mendapatkan royalti atas hak paten atau intelectual property yang dimiliki/ ditemukan;

    • sewa harta selain tanah/bangunan, misalnya penghasilan dari sewa truk/ mobil;

    • keuntungan dari penjualan/pengalihan harta, misalnya keuntungan dari penjualan mobil, motor, kapal dsb;

  5. Penghasilan dalam negeri yang dikenakan PPh yang bersifat final, misalnya penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan, penghasilan berupa bunga bank/ obligasi, penghasilan dari pengalihan saham di bursa efek Indonesia.

  6. Penghasilan luar negeri.

Dasar Pengenaan Pajak

DPP dari seorang arsitek ada dari beberapa sumber yaitu :

  • Arsitek yang menggunakan pembukuan :

    • Penghasilan Neto = penghasilan bruto – biaya usaha*

*) yang sehubungan dengan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan

  • Arsitek yang menggunakan pencatatan :

    • Penghasilan Neto= %Norma x Penghasilan Bruto

    • Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto – PTKP

    • PPh terutang = Tarif PPh Pasal 17 (1) huruf a x Penghasilan Kena Pajak

  • Arsitek yang berpenghasilan sebagai pekerja bebas :

    • Arsitek yang memiliki NPWP dan menerima/memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan maka pemotongannya adalah sebagai berikut:

DPP = (50% X Penghasilan bruto) – PTKP Per Bulan

PPh Terutang = Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh X DPP

  • Arsitek menerima/memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan atau menerima penghasilan yang berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain maka pemotongannya sebagai berikut:

DPP = 50% X Penghasilan bruto

PPh Terutang = Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a X DPP

  • Arsitek yang memperoleh penghasilan royalti :

a. Apabila Arsitek dalam menghitung Penghasilan Neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) pemberitahuan norma ke pemotong sebelum dilakukan pemotongan

PPh 23 atas royalti: 15% X 40% X Jumlah bruto royalty

(sesuai ketentuan Per-1/PJ/2023)

b. Apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a

PPh 23 atas royalti = 15% X Jumlah bruto royalty

  • Arsitek akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 21/ PPh Pasal 23 tersebut yang dapat dipergunakan sebagai kredit pajak untuk mengurangi PPh yang harus dibayar pada SPT Tahunan.

  • Apabila pemberi imbalan jasa menggunakan Arsitek Asing maka diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif pajak 20% atau dengan tarif sesuai dengan tax treaty yang berlaku.

  • Apabila Arsitek memberikan jasa ke luar negeri, maka bukti potong atas penghasilan jasa luar negeri dapat dikreditkan selama sesuai dengan peraturan perpajakan.